Langsung ke konten utama

Bagaimana sejarah Korea Selatan bisa tumbuh sebaik sekarang?

Kepemimpinan Korea Selatan di Abad 20

Mendengar nama Korea Selatan, yang terlintas di benak kita pasti kebudayaan dan hiburan mereka. Entah Drama, K-Pop, ataupun sejarahnya,  Korea Selatan memang sangat menarik. 

Tapi, perlu diketahui bahwa hal-hal yang dilakukan untuk mendapat semua kemajuan itu tidaklah mudah. Korea Selatan sudah Jatuh-Bangun dalam mencapainya. 

Lantas bagaimana Sejarah kepemimpinan Korea Selatan di era Abad-20, yang pada akhirnya membawa pada kemajuan? 

Taegukgi    

Korea Selatan (ROK), merdeka pada tanggal 15 Agustus 1948. Sebelumnya, Korea Selatan diduduki oleh pasukan Sekutu (Amerika Serikat), sejak menyerahnya Jepang pada saat 14 Agustus 1945. Korea Selatan, merupakan sebuah negara yang terbentuk akibat permusuhan dua ideologi, yang membagi Korea menjadi dua negara berbeda, yang dipisahkan oleh Garis Pararel 38.

Era Sygman Rhee :
Presiden pertama Korea Selatan, bernama Sygman Rhee (1948–1960). Oleh karena itu, Rhee dikenal sebagai Bapak Negara dan Bapak Republik dari Korea Selatan. Dia dikenal sebagai seorang yang anti-komunis, terlebih pada pihak utara. Meskipun Rhee adalah Bapak Negara nya Korea Selatan, dia juga dikenal sebagai seorang diktator yang keji, akibat sikapnya yang anti-komunis garis keras. 

Syngman Rhee

Selama era Perang Korea, pihak di Utara sempat memukul mundur Selatan hingga ke wilayah Gyeongsan. Meski begitu Korea Selatan berhasil melawan balik dan membalikkan keadaan. Perang Korea sendiri membawa dampak yang sangat besar bagi keadaan sosial dan perekonomian Korea Selatan. Setidaknya ada 1 juta korban tewas dari pihak Korea Selatan, akibat Perang Korea. 

Gejolak Politik selama era 1950-an juga sangatlah kacau. Selama era itu pula Rhee mulai menunjukkan kediktatoran nya yang serakah. Rhee sempat mengadakan amendemen konstitusi, agar Presiden dipilih langsung saja. Tindakannya itu tentu sangat ditentang, tapi dia tidak menyerah. Rhee memerintahkan untuk menangkap para anggota parlemen yang menentang, demonstran, dan kelompok anti-pemerintah.

Saat pemilu 1954, usaha Rhee berhasil. Ia terpilih kembali menjadi Presiden dengan cara curang. Selama kediktatoran nya itu, Rhee juga semakin gencar mencari mata-mata Korea Utara, untuk dieksekusi. Tak jarang ia juga asal menuduh targetnya. Rhee juga kembali berulah dalam Pemilu 1960. Dia kembali melakukan kecurangan, dan tindakannya ini sudah tidak bisa ditolerir. Perekonomian Korea Selatan saat itu sudah sangat kacau, mahasiswa pun memulai demonstrasi untuk memprotes Rhee. Apa yang disebut sebagai Revolusi April  menjadi awal kejatuhan Rhee. 

Demonstran Revolusi April

Pada awalnya, protes itu sukses dipadamkan dengan memakai kekerasan, dan belum menimbulkan gelombang kemarahan. Akan tetapi, ketika ditemukan sebuah mayat seorang mahasiswa, seluruh masyarakat Korea Selatan dibuat mendidih. Karena dengan adanya penemuan mayat itu, masyarakat semakin tahu bahwa pemerintahan Rhee sudah Tirani dan sangat otoriter. Gelombang protes pun meningkat pesat, yang tidak hanya diikuti oleh mahasiswa, tetapi juga seluruh kalangan masyarakat Korea Selatan. 

Rhee pada akhirnya mundur dari kursi presiden pada tanggal 26 April 1960, setelah didesak untuk mundur. Rhee kemudian melarikan diri dan meninggalkan Korea Selatan dengan kondisi nya yang sudah kacau. 


Era Yun Posun :
Korea Selatan pada akhirnya dipimpin oleh Yun Posun (1960-1962), yang dulunya pernah menjabat sebagai Wali Kota Seoul. Dalam masa jabatan nya, Yun telah mengubah sistem pemerintahan ke Parlementer. Yun sendiri, hanya dijadikan sebagai boneka pemerintahan yang kelak dikudeta. 

Yun Posun

Benar saja, pada 16 Mei 1961 Yun akhirnya dikudeta oleh pihak militer dibawah pimpinan Jendral Park Chung-Hee. Alasan kudetanya sendiri cukup masuk akal, karena selama 13 bulan kepimpinan Yun, keadaan Korea Selatan bukannya semakin baik, tetapi justru bertambah buruk. Yun sendiri baru mengundurkan diri dari jabatan Presiden pada tahun 1962.

Era Park Chung-Hee :

Park Chung-Hee

Setelahnya, Korea Selatan kemudian dipimpin oleh Park Chung-Hee (1962-1979). Park kemudian menekankan bahwa pemerintahan yang dijalankan oleh nya akan membangkitkan perekonomian Korea Selatan yang sudah hancur.  Itu dibuktikan oleh Park dengan pembangunan besar-besaran selama era 1960-an yang sukses, meskipun ketimpangan ekonomi sendiri juga meningkat. Keberhasilan Park menumbuhkan ekonomi Korea Selatan begitu pesat dan ajaib, sehingga dijuluki 'Miracle on the Hanya River'. Pada era itu pula, berbagai perusahaan terkenal asal Korea muncul, diantaranya LG, SAMSUNG, dan Hyundai. Para Chaebol kaya, muncul sebagai orang elite. 

Miracle on The Han River - Korea

Terlepas dari segala prestasinya, Park pada akhirnya mulai dibenci menjelang era 1970-an. Setelah dia terpilih kembali sebagai Presiden, Park menerapkan pemerintahan yang diktator dan otoriter total. Dia mengekang kebebasan Pers dan menangkap orang-orang yang menentang pemerintahan nya. Puncaknya adalah pada Peristiwa 15 Agustus 1974

Kala itu Park tengah berpidato dalam perayaan 29 tahun berakhirnya penjajahan Jepang. Seorang pria bernama Mun Se-Gwang, yang merupakan simpatisan Utara, menembakkan peluru ke arah Park. Untungnya peluru itu tidak tepat mengenai Park, akan tetapi tembakan kedua berhasil mengenai istri Park, Yuk Young-Soo. Park tetap melanjutkan pidatonya dengan sedikit gemetar, karena dia melihat langsung istrinya tengah sekarat. Selesai berpidato, Park bergegas ke rumah sakit, namun nyawa Yuk sudah tak tertolong. Mun pun segara ditangkap dan dieksekusi gantung oleh Park, 4 bulan kemudian, setelah dia di-interogasi. 

Pada peringatan pertama kematian Yuk, Park sempat menulis dalam Diary Book-nya, bahwa: 
Saya merasa seolah-olah saya telah kehilangan segalanya di dunia. Semua hal menjadi beban dan saya kehilangan keberanian dan kemauan saya. Setahun telah berlalu sejak itu. Dan selama tahun itu aku menangis sendirian secara rahasia terlalu banyak untuk dihitung.

Park Chung-Hee, 1979

Park menyusul kepergiaan istrinya pada tanggal 26 Oktober 1979. Kala itu, Park tengah menghadiri sebuah Jamuan makan di distrik Gungjeong-dong. Ketika perjamuan tengah dilakukan, tiba-tiba seorang bernama Kim Jae-Gyu, menembakkan puluhan peluru yang secara fatal mengenai dada Park. Kim juga membunuh beberapa pengawal Park termasuk kepala pengawal. Park pun mati saat itu juga. Sebuah konspirasi menyatakan bahwa pembunuhan Park ini, adalah bagian dari kudeta yang tengah direncakan, mengingat 6 hari sebelum pembunuhan Park, gelombang demonstrasi Mahasiswa tengah meningkat. Park kemudian dimakamkan secara Budha, karena ia dikenal sebagai pengikut yang taat. 

Meskipun Park dikenal sebagai seorang diktator yang sangat otoriter, namun ia tetap dikenang sebagai Pahlawan Kemajuan Korea selama era 60an.

Era Choi Kyu-Ha :

Choi Kyu-Ha

Park kemudian digantikan oleh Choi Kyu-Ha (1979–1980), dimana dulunya Choi sempat menjabat sebagai Perdana Menteri, pada 1975–1979. Choi menjanjikan pemerintahannya akan menjamin pemilihan yang demokratis, dan menghapus Konstitusi Yushin milik Park yang otoriter. Choi juga tak lepas dari kudeta militer, yang haus kekuasaan. Pada bulan Desember 1979, Park dikudeta oleh Jenderal Chun Doo-Hwan (1980–1988). Choi masih bisa memerintah selama beberapa hari, hingga akhirnya mengundurkan diri setelah ditekan Chun. 

Selama transisi tahun 1979 ke 1980, Korea sedang dalam masa kudeta yang kritis. Pertumbuhan ekonomi kembali merosot, akibat gejolak politik yang jatuh. 

Era Chun Doo-Hwan :
Chun pada akhirnya diangkat menjadi presiden Korea Selatan, setelah Presiden Choi resmi menyerahkan kekuasaannya pada Chun. Selama era pemerintahannya, Chun kembali mengulang masa otoriter Korea Selatan. Dimana pada 17 Oktober 1980, Chun menghapus Partai Republik Demokratik milik Park. Pada bulan November 1980, Chun secara resmi menghapus kebebasan Pers. Di tahun 1981, dia mendirikan sebuah partai yang bernama Partai Keadilan Demokratis. Pemerintahan Chun bahkan dikenal lebih otoriter dari Park. Selama masa pemerintahan Chun pula, hubungan Korea Selatan dengan Amerika Serikat menjadi renggang yang disebabkan oleh pemerintahan nya itu sendiri. Chun pada akhirnya berusaha semaksimal mungkin agar hubungan dengan Amerika Serikat terjalin kembali. 

Chun Doo-Hwan

Pemerintahan Chun yang otoriter, tentu membuat kemuakan masyarakat. Pada tahun 1983,upaya pembunuhan Chun dilakukan oleh Agen Korea Utara dengan membom lokasi Chun. Upaya itu pada akhirnya gagal membunuh Chun. Pada tahun 1987, Chun didemonstrasi oleh Mahasiswa Seoul. Hal itu memaksa untuk diadakan pemilu yang diawasi. Kala itu Chun bersaing dengan Roh Tae-Woo (1988–1993). Chun pada akhirnya berhasil dikalahkan Roh, dengan perolehan suara Roh 36,6% sedangkan Chun hanya 28,0%. Sejak saat itu era otoriter Chun dinyatakan berakhir. Meskipun begitu, Roh diketahui adalah teman dekat dari Chun, dimana dia bahkan diketahui satu Partai dengan Chun. 

Chun pada akhirnya mengundurkan diri pada Februari 1988. Chun kemudian dipidana dengan tuduhan–tuduhan sangat berat, yang membawanya pada hukuman gantung. Hukuman itu pada akhirnya diringankan menjadi Penjara Seumur Hidup. 

Era Roh Tae-Woo :

Roh Tae-Woo

Presiden Roh bisa dibilang sebagai seorang Presiden yang demokratis. Roh telah berkomitmen pada Reformasi Demokrasi dan Reformasi Politik. Masa pemerintahan Roh juga ditandai dengan diadakannya Olimpiade Seoul 1988. Itu merupakan pencapaian terbesar dalam masa jabatannya. Roh juga dikenal dari kebijakan Nordpolitik nya yang mengupayakan perdamaian Korea Utara dengan Korea Selatan. 

Terlepas dari pencapaiannya, Roh yang merupakan kawan dekat Chun tak lepas dari sisi gelap. Pada tahun 1996, Roh dan Chun dijerat tuduhan Upaya Kudeta 1979 yang fatal, serta tuduhan keterkaitannya pada Pembantaian Gwangju 1980. Pada akhirnya, keduanya diampuni oleh Pengadilan. 

Penangkapan Roh dan Chun

Roh sendiri tetap dikenal sebagai seorang Presiden yang menjadi kunci kemajuan Korea Selatan menuju abad ke-21. Setelah masa Jabatan dari Roh berakhir, diadakanlah kembali Pemilihan Demokratis yang benar-benat bersih dari kecurangan. 

Pada 1992, dikemukakan 3 kandidat diantaranya : Kim Dae-Jung, Chung Ju-Hyung (Bos Hyundai), dan Kim Young-Sam. Hasil akhirnya, Kim Young-Sam menang dengan perolehan suara 42%. Kim Young-Sam pada akhirnya dilantik pada 1993, dan berakhir pada tahun 1998.

Era Kim Young-Sam :
Pemerintahan Kim Young-Sam ditandai dengan adanya reformasi besar-besaran, yakni pada bidang Pemerintahan dan tentunya Ekonomi. Dia juga menerapkan Kampanye Anti-Korupsi, dengan mereformasi para Chaebol dan Konglomerat yang mendominasi ekonomi. Kim juga menangkap para Chaebol yang sempat melakukan suap dengan Presiden Chun dan Presiden Roh. Dia juga membebaskan seluruh demonstran Pro-Demokrasi yang sebelumnya ditangkap terkait dengan Peristiwa Gwangju. 

Kim Young-Sam

Dia sangat dikenal dengan Reformasi nya yang luar biasa dan besar-besaran, serta pesan Anti-Korupsi nya. Sayangnya, pesan Anti-Korupsi Kim tercoreng, ketika putranya terjerat kasus korupsi pada Skandal Hanbo. Kim juga dikenal sebagai orang yang sangat berhati-hati dalam upaya penyerangan Korea Utara. Dia selalu meminta upaya penyerangan agar di undurkan, karena Kim tahu bahwa, Korea Selatan juga akan terdampak. 

Selama masa-masa terakhirnya sebagai Presiden pada 1997, Kim dibebani dengan Krisis Ekonomi. Dia sempat meminta maaf kepada keseluruhan Rakyat Korea Selatan, dan menyalahkan perusahaan yang meminjam terlalu banyak uang pada pemerintah. Akibatnya, kepopuleran Kim turun drastis. Won Korea juga sempat turun drastis, akibat krisis itu. Kim sendiri, pada akhirnya mengakhiri masa jabatannya yang sudah habis, pada tahun 1998. Dia kemudian digantikan oleh Kim Dae-Jung (1998–2003), yang tak lain merupakan saingannya dalam Pemilihan 1992.

Kim Young-Sam sendiri dikenal sebagai Presiden yang berjasa besar bagi Reformasi dan Kemajuan Korea Selatan. Dia juga menerima berbagai gelar kehormatan dari Korea maupun luar negeri. Meskipun dia sempat kesusahan menangani Krisis Ekonomi 1997, paling tidak dirinya sudah membawa berbagai hal positif untuk Korea Selatan. Selama era Kim pula, kebudayaan Korea direformasi menjadi lebih maju dan menarik. Selama era 90an, K-Pop yang tak lain adalah budaya paling terkenal dari Korea Selatan, dikembangkan dengan sangat baik. K-Pop kemudian dijadikan sebagai sumber devisa negara dalam sektor pariwisata. K-Pop inilah yang nantinya akan menjadi daya tarik utama dari Korea Selatan, yang mendunia. 

Era Kim Dae-Jung :

Kim Dae-Jung

Masa pemerintahan Dae juga ditandai dengan Reformasi pemerintahan sebelumnya. Dirinya dikenal sebagai pejuang pelunas hutang Korsel pada IMF. Usahanya yang paling terkenal adalah Kampanye Pengumpulan Emas yang mana kampanye itu bertumpu pada sumbangan masyarakat untuk upaya melunasi hutang pada IMF. Total, ada 3 juta masyarakat penyumbang, dengan hasil US$2,13 Miliar. Sama seperti Presiden Kim, Presiden Dae juga memfokuskan pada pembangunan ekonomi. Dia menekan Chaebol supaya melunasi hutang mereka pada negara. 

Dae juga meneruskan Nordpolitik milik Kim, dengan menerapkan Sunshine Policy, yang tak jauh beda dari Nordpolitik. Kebijakan Kim tersebut membuat dirinya dianugerahi Nobel Perdamaian pada 13 Oktober 2000. Sunshine Policy berperan besar dalam upaya penyatuan Korea. Kalau kita lihat Olimpiade di TV, kita mungkin pernah melihat sebuah bendera yang ditengah-tengahnya terdapat sebuah peta Semenanjung Korea berwarna biru. Nah, itulah yang disebut sebagai Unification Korea dalam pelaksanaan Olimpiade. Sunshine Policy dari Dae lah yang mempelopori ide Unification Korea pada tahun 2000.

Kim Dae-Jung dan Kim Jong-il

Masa Jabatan Dae akhirnya selesai pada 24 Februari 2003, dan digantikan oleh Roh Moo-Hyun (2003–2008) yang terpilih secara demokratis. Dae pada akhirnya menjadi pemimpin terakhir Korea Selatan, yang memimpin di era abad ke-20. Dae juga berhasil meninggalkan Korea dengan kondisi ekonomi yang relatif maju dan bertambah. Itu semua juga tak lepas dari usaha dua presiden sebelumnya, yakni Roh Tae-Woo dan juga Kim Young-Sam, yang telah memulai perubahan ekonomi Korea Selatan dengan pesat. 

 

Hingga kini Korea Selatan sudah menjadi sebuah negara maju dengan ekonomi yang sangat mumpuni. Meski begitu Korea Selatan tidak mencapainya dengan mudah dan murah. Negara itu telah terlibat dalam perang besar selama 3 tahun, pemerintahan otoriter dan kediktatoran sebanyak 3 kali, serta kerap kali jatuh bangun dalam pembangunan maupun pemerintahan. Faktor utama pendorong kemajuan Korea Selatan adalah pola pikir masyarakat mereka yang kritis dan selalu kerja keras. Ketika pemimpin mereka dirasa tidak cocok dan otoriter, rakyat tak segan-segan berdemonstrasi. Selain itu, mereka juga pandai memanfaatkan hal yang ada seperti Hiburan. Mereka memfokuskan nya secara baik, hingga akhirnya sukses besar. 



-Historia Est Via Futuri-
.KM09FB23.
    

   

    


   
    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siapa Sebenarnya Bangsa Eropa Pertama yang Menemukan Benua Amerika?

✤ Bangsa Viking adalah Penemu Pertama Benua Amerika Beberapa orang mungkin akan berpikir bahwa Christopher Columbus adalah Orang Eropa pertama yang menjelajah dan menemukan Benua Amerika. Dikatakan bahwa Columbus berangkat menuju Amerika yang sebelumnya ia kira bahwa itu adalah Asia, pada tahun 1492. Dikatakan pula bahwa ketika Columbus mendarat di Bahama, itu menjadi kali pertama Orang Eropa menginjakkan kaki di Benua Amerika. Lantas apakah benar bahwa Columbus adalah orang Eropa pertama yang menemukan benua Amerika?  Dunia Baru atau Amerika Jawaban dari pertanyaan itu adalah Tidak, Christopher Columbus rupanya bukanlah orang Eropa pertama yang menemukan benua Amerika. Lantas siapakah, jika bukan Columbus? Jawabannya adalah Orang Norse atau  Bangsa Viking,  yang mana mereka menemukan Benua Amerika jauh lebih awal dari Columbus.  Ya, Orang Norse atau yang lebih rincinya Orang Islandia (bagian Kerajaan Norwegia) adalah bangsa Eropa yang pertama menemukan Benua Amerika. Sosok Norse terse

Maphilindo : Upaya penyatuan 3 Negara yang gagal

✤  Sejarah Maphilindo, Penyatuan 3 Tanah Melayu Peta Maphilindo       Sejarah Maphilindo , bermula pada bulan Juli tahun 1963. Kala itu ketiga pemimpin negeri Melayu berkumpul di kota  Manila–Philippina . Soekarno, Tunku Abdul Rahman, dan juga Diosdado Macapagal, tengah berkumpul menjadi satu untuk membahas mengenai pembangunan sebuah Organisasi Regional.   Organisasi Regional ini, nantinya menjadi Maphilindo, yang merupakan akronim dari Malaysia-Philippina-Indonesia.    Latar belakang dari pendirian Maphilindo ini ternyata sudah ada sejak era Perang Dunia Kedua. Wenceslao Vinzons  merupakan seorang Politikus dari negara Philippina yang pertama kali merencanakan konsep dari Maphilindo ini, berdasar pada ' Konsep Ras Melayu '. Vinzons menyebut penyatuan negeri Melayu itu sebagai ' Malaya Irredenta '.  Konsep Vinzons itu, ternyata didukung oleh Presiden Ke-2 Philippina, Manuel Luis Quezon (MLQ). Quezon menyatakan bahwa dirinya membayangkan menciptakan sebuah negara bers